Gunung Api Banda

Mari mendaki gunung api yang sangat cantik, yang dikelilingi oleh perairan yang memisahkan beberapa pulau di Banda Neira. Dengan ketinggian 656 MDPL . Sebuah gunung yang juga merupakan sebuah pulau.

Dari Pulau Banda, dengan menumpang perahu nelayan kita akan tiba di Pulau Gunung Api Banda sekitar 10 menit kemudian. Permulaan yang menyenangkan untuk suatu pendakian.

Begitu perahu merapat, itulah titik awal pendakian kita di pulau yang dihuni oleh sekitar kurang lebih 1.000 penduduk. Jadi kita harus sudah bersiap sejak pertama kali kaki kita menanjak pulau tersebut.

Sejak awal, pihak EO sudah menyampaikan bahwa walaupun ketinggian gunung yang terakhir meletus pada tahun 1988 tersebut di bawah 1.000 MDPL,tapi karakter medannya sangat perlu menjadi perhatian. Seperti vegetasi yang di dominasi oleh rumpun pakis, ilalang, nanas dan pohon tidak tinggi lainnya.

Benar saja, sepanjang pendakian hanya ada satu pos utk istirahat sejenak. Hujan yang turun terus menerus dan kabut gunung di pagi hari membuat saya yang hanya mengenakan kaos tipis, sukses menggigil kedinginan.

Kita akan disambut, karakter gunung berapi yang baru meletus, seperti muntahan batu gunung, tanah yang licin berbatu dan kerikil yang mudah meluncur, terjal, curam dan terus menanjak serta melewati jalur meluncurnya lahar yang menghanguskan apapun yang diterjangnya 12 tahun lalu masih membekas jelas. Sangat sulit mencari pijakan kokoh atau mengharapkan berpegangan pada batang pohon di sekitar jalur pendakian, yang dibeberapa lokasi tidak terlihat sebagai jalur pendakian.

Tadi, sebelum naik perahu, pemandu sempat menyampaikan bahwa dengan beratnya medan pendakian, apalagi untuk pemula seperti saya,-diperlukan waktu 3 jam untuk pendakian dan 2 jam untuk turun. Namun diingatkan juga dengan kondisi cuaca musim hujan, mungkin akan lebih lama dari itu, seperti yang dialami wisatawan lainnya yang mendaki beberapa hari sebelum kami .

Jadilah kami sepakat untuk tidak memaksakan diri harus muncak, jika ada rekan yang tidak kuat kami akan turun bersama. Sepanjang pendakian ada saja yang ‘ terperosok’. Satu langkah pendakian, tapi tergelincir beberapa langkah. Terus seperti itu sepanjang jalur pendakian maupun saat turun. Kurang hati hati sedikit saja, rawan meluncur bebas ke celah-celah kurang atau tertimpa batu-batuan dari arah atas kami.

Walaupun hampir tanpa ‘bonus’ kami menikmati pendakian ini dengan doa yang sepertinya tidak putus di panjatkan dan saling support melalui teriakan semangat ataupun mengkhayal, bahwa nanti di atas sana akan disuguhi mie instan hangat dengan telur dan kornet, misalnya.

Sekitar jam 9 kabut tebal dan angin kencang menyambut kami di puncak Gunung Api. 3 jam yang luar biasa !!

Perlahan kabut berlalu, sehingga dengan jelas kami dapat menikmati keindahan Pulau Run, Pulau Baik Ai, Pulau Banda/Pulau Lonthoir, Pulau Hatta, Pulau Syahrir, Pulau Neira dari ketinggian dengan jelas. Rasanya enggan untuk turun ke titik awal pendakian. Sangat bersyukur dengan segala keterbatasan diberi kesempatan oleh Nya menikmati salah satu maha karya Nya di tanah Maluku.

Perjalanan turun tetap kami nikmati, walaupun tidak lebih mudah dari jalur pendakian. Beberapa kali saya sempatkan berhenti untuk menikmati bersihnya udara yang mengisi paru paru. Tersenyum pada bunga anggrek hutan yang semakin cantik di lihat saat turun. Saat turun untuk langsung naik ke perahu, saya pandang terus Gunung Api yang cantik dan bertekad suatu hari akan kembali lagi. Semoga.

2 Comments

  1. Seru ya petualangannya.
    Pemandangannya pasti cantik banget.
    Kapan-kapan nanjak cantik bareng-bareng yukkk.. 😀

    Like

Leave a reply to endang cippy Cancel reply