Catatan Siang di Pulau Saparua

I Love Monday !

” Selamat Hari Senin! Selamat melanjutkan perjalanan berikutnya ke Pulau Saparua.” Dengan senyum yang seperti menyimpan rahasia, guide menyapa kami yang sedang sarapan di resto hotel. Tanpa menunggu jawaban basa-basi dari kami, guide memberikan isyarat bahwa akan ada fakta yang mkoengejutkan selama di Saparua nanti. Tapi menikmati sarapan ditemani cerahnya matahari pagi di Kota Ambon, sepertinya lebih menarik perhatian beberapa teman daripada mendengar clue yang beliau sampaikan.

Trans Ambon

Di depan hotel, Bus Trans Ambon yang disewa pihak travel, sudah siap mengantar kami ke Pelabuhan Tulehu untuk menyeberang dengan kapal cepat ke Pulau Saparua. Tanpa menunggu instruksi dari guide, kami yang sudah selesai sarapan segera naik Bus tersebut.

Dengan senyum ramah, sopir yang sudah beberapa hari ini menemani kami keliling Kota Ambon dan antar jemput ke Pelabuhan Tulehu menyapa ramah, “Selamat Pagi Kakak semua !”

Sementara itu, di pintu keluar lobby, terlihat guide dari Jakarta dan guide lokal dari Ambon_ mahasiswa Jurusan Sejarah semester akhir_ tampak serius membahas sebuah gambar dan beberapa materi presentasi. Sebagai trip bermuatan sejarah, selain guide, sebagian peserta memang berkecimpung di dunia sejarah. Beruntunglah saya berada di tengah pemerhati sejarah yang asik ‘beradu’ fakta atau literasi.

Pembicaraan tim guide terhenti, ketika menyadari tidak ada lagi peserta trip di sekitar mereka, alias sudah duduk manis di bus Trans Ambon, sambil membahas fakta sejarah yang sepertinya tidak tertulis di buku-buku sejarah sekolah.

Pelabuhan Tulehu

Sepanjang perjalanan menuju Pelabuhan Tulehu guide menyampaikan kembali tujuan kita selama disana. Terutama yang berkaitan dengan Kapitten Pattimura.

Sambil menyimak, mata kami tak lepas memandangi lanskap indahnya Teluk Ambon.

Tidak sampai satu jam perjalanan dari Kota Ambon, Pelabuhan Tulehu sudah di hadapan mata.

Walaupun agak berawan, sepertinya langit Tulehu mendukung kami yang sudah tidak sabar untuk segera sampai ke Pulau Saparua.

Pulau yang identik dengan Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan dari kepulauan Maluku : Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal sebagai Kapitten Pattimura.

Kita akan menggunakan kapal cepat, sekitar I jam perjalanan laut akan tiba di Pelabuhan Haria P. Saparua. Kalau menggunakan speed boat lebih cepat 15 menit saja.

Thomas Matulessy

Saat makan malam sepulangnya dari Pulau Nusa Laut, guide dengan sangat hati- hati menceritakan kepahlawanan Christina Martha Tiahahu dengan lebih comprehensive. Beberapa hal sensitif yang tidak mungkin disampaikan pada saat kunjungan kami di tanah kelahirannya.

Kemudian semakin bersemangat ketika menceritakan betapa heroiknya perjuangan Kapitten Pattimura, seorang anak muda di usia 30 tahunan. Termasuk ‘menggerakkan’ raja raja negeri untuk bahu membahu melawan kolonialisme.

Direncanakan, kita akan mengunjungi rumah peninggalan keluarga Kapitten Pattimura, dan keturunan (tidak langsungnya) yang sangat mirip dengan sang Kapitten. Saat ini, rumah tersebut seperti museum khusus mengenai Kapitten Pattimura berikut peninggalan-peninggalan nya yang masih terawat dengan baik.

“Penasaran kan?” sambung sang guide. Makanya kami diminta sarapan jam 6 pagi. Jam 7 berangkat ke Pelabuhan Tulehu. Agar sampai Pelabuhan Haria, Pulau Saparua masih pagi, sekitar jam 9.

Thomas Matulessy, lahir di Desa Haria Pulau Saparua pada tanggal 8 Juni 1783. Pada masa pendudukan Inggris di Maluku, Thomas mempunyai karir militer sebagai Sersan Mayor. Dari namanya, jelas beliau seorang nasrani. Seperti mayoritas penduduk Saparua lainnnya.

Dengan strategi perang yang jitu, Thomas Matulessy berhasil memimpin para raja dan masyarakat Maluku merebut dan menduduki Benteng Duurstede.

Benteng Duurstede

Rasanya baru beberapa saat menikmati angin laut, ketika pulau Saparua sudah semakin jelas terlihat, termasuk Benteng Duurstede yang historikal tersebut.

Dannnnn… Seperti yang kami alami di Pulau – pulau sebelumnya. Begitu kapal mendekat, bocah-bocah yang bermain di laut ataupun pantai, menyambut kami dengan sapa ramah dan senyum yang mengembang.

Waktu menunjukkan pukul 09.30, tapi sengatan matahari seperti pukul 12.00. Panas yang terasa saat menjajal kaki di Pantai, membuat para peserta trip berlarian agar cepat sampai darat.

Tujuan pertama kita adalah langsung ke Benteng Duurstede yang berada di tepi Pantai. Dari Pelabuhan Haria dapat ditempuh dengan jalan kaki melewati rumah penduduk.

Sampailah kita Di Benteng Duurstede

Sementara teman-teman segera menaiki tangga benteng yang di bagian dalamnya terdapat prasasti yang menjelaskan kapan benteng tersebut didirikan ….

…saya tertarik melipir ke bagian kiri dan kanan benteng…

Indahnya pemandangan di depan mata dengan gradasi biru laut yang damai, membuat saya terdiam sambil bersyukur diberi kesempatan singgah di Pulau CiptaanNya. Alhamdulillah

Sedang asik merenung, saya sedikit terkaget, ketika guide lokal mendekat dan meminta saya untuk jangan pisah dari rombongan. Duuh, maaf ya !

Bergegas saya menyusul peserta trip lainnya ke dalam Benteng Duurstede.

Tampak bangunan benteng yang megah dan cukup terawat.

Menara pandang terdapat di setiap sudut Benteng . Dan meriam siap tembak masih tersisa di berbagai sisi Benteng.

Dari atas Benteng, lanskap terindah sungguh menggoda mata pencinta birunya laut dan langit Maluku seperti saya.

Di atas ketinggian, beningnya air laut seperti mengajak kita untuk berada di tengahnya berenang atau kegiatan under water lainnya.

Karena tinggal saya sendiri yang mengelilingi Benteng, maka guide meminta saya untuk segera keluar benteng dan melanjutkan ke destinasi berikutnya. Sebelum keluar saya melihat ada tulisan di atas gerbang benteng . Tulisan asli , mengenai didirikannya Fort Duurstede.

Thomas Matulessy dan Benteng Duurstede

Sejarah mencatat keterkaitan keduanya. Diusia 34 tahun Kapitten Pattimura berhasil memimpin penyerangan dan berhasil menduduki Benteng Duurstede. Diaroma peristiwa bersejarah tersebut dapat kita saksikan di museum yang terletak satu areal dengan Benteng Duurstede. Sayang, saya tidak lihat langsung ke Museum tersebut, karena kami datang di hari Senin. Museum tutup setiap Hari Senin.

Catatan pertama: sebelum berkunjung pastikan jam operasi.

Akhir karir militer Thomas Matulessy pada tahun 1816, ketika Inggris menyerahkan kembali kekuasaannya di Bumi Maluku kepada Belanda. Dimana kolonial Belanda menerapkan kebijakan politik monopoli, pajak dan lain – lain yang sewenang-wenang terhadap penduduk Maluku.

Rakyat yang semakin menderita akibat tekanan politik, ekonomi dan kemanusiaan akhirnya berontak melawan kolonial Belanda. Perlawanan tersebut dengan cepat menjalar ke daerah lain di luar Maluku.

Melihat jiwa kepemimpinannya, maka raja raja negeri berserta rakyatnya mengangkat Thomas sebagai pimpinan mereka dalam perjuangan menghadapi kolonial Belanda.

Maka pada tanggal 15 Mei 1817, terjadi pertempuran yang hebat. Rakyat Saparua bersama Kapitten Pattimura berhasil merebut benteng Duurstede, menewaskan seluruh tentara Belanda termasuk Residen Van Den Berg.

Bahkan mampu mempertahankannya selama sekitar 3 bulan, termasuk dengam melumpuhkan pasukan Belanda yang datang kemudian. Belanda kemudian mengerahkan pasukan yang lebih banyak dan persenjataan yang lebih modern untuk melumpuhkan heroiknya perjuangan Pattimura dan pasukannya.

Pertempuran lain yang berhasil dimenangkan oleh Pattimura dan masyarakat Maluku yaitu di pantai wausisil, jazirah Hatawano, Ouw-Ullath, jazirah Hitu di pulau ambon dan se selatan.

Dengan berbagai usaha keras dan licik, akhirnya Pattimura dan pasukannya terdesak dan kalah oleh gempuran Belanda. Beliau serta beberapa pasukkannya sempat menyembunyikan diri, sebelum di tangkap di sebuah rumah di siri sori lalu dibawa ke Ambon.

Pattimura dengan konsisten menolak semua bujukan untuk bekerja sama/berkompromi dengan Belanda. Dan dengan kesatria memilih di eksekusi gantung pada tanggal 16 Desember 1817 di depan benteng Victoria kota Ambon.

Atas kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan dari Belanda beliau dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Rumah Pattimura

Sekitar jam 11 siang, kami menuju destinasi berikutnya: Rumah keluarga Pattimura.

Di rumah tersebut kita dapat melihat beberapa koleksi benda peninggalan Thomas Matulessy seperti senjata yang digunakan saat berjuang. Gambar tersebut ada di uang kertas Rp. 1.000,- yang lama.

Kita juga dapat membaca kliping dan copy catatan lain terkait dengan kepahlawanan Thomas Matulessy alias Kapitten Pattimura.

Yang tak kalah penting, kita bertemu dengan keturunan tidak langsung, yang sangat mirip dengan Pattimura.

Tapi maaf , karena beberapa pertimbangan, foto ybs tidak dapat saya share di sini. Yang dapat saya sampaikan kemiripan tersebut nyaris 100 %.

Keliling Saparua

Tergoda keindahan under water seputar Pulau Saparua, beberapa teman dengan seizin guide memilih arah ke Pantai untuk snorkling. Sedangkan sebagian lagi meneruskan perjalanan berkeliling Pulau.

Seperti mengunjungi tempat bersejarah, pasar dan berinteraksi langsung dengan masyarakat yang ditemui.

Terlalu asik di pasar tak terasa sudah hampir jam 3. Waktunya kami berkumpul di Pelabuhan Haria untuk pulang ke Pulau Ambon.

Di kapal cepat, guide menyampaikan ke kami bahwa hal Thomas Matulessy atau Kapitten Pattimura itu sendiri masih debatable, terkait silsilah, berasal dari Pulau apa, agama dan tampilan fisik nya.

Catatan kedua: mari bijak dan open mind untuk mencari kebenaran sejarah.

Tak terasa sampai sudah di Pelabuhan Tulehu. Dalam perjalanan pulang menuju hotel, guide dan beberapa peserta trip terlibat dalam diskusi serius berdasarkan literatur maupun pengalaman mereka berkeliling ke museum maupun perpustakaan mancanegara yang mempunyai banyak koleksi terkait sejarah Indonesia.

Catatan ketiga: apakah untuk belajar sejarah Indonesia dengan lebih comprehensive kita mencarin ke mancanegara?

17 Comments

    1. Apalagi trip tersebut diikuti juga beberapa profesional di bidang sejarah. Saya menjadi pendengar yang baik saat mereka ‘merekonstruksi’ kejadian masa lalu berdasarkan literatur masing-masing.

      Like

  1. Saya juga setuju dengan Mbak Maria.. Walaupun saya lebih suka trip dalam negeri.. Karena perputaran ekonominya untuk saudara satu bangsa, tp Sejarah Indonesia juga bagian dari Sejarah Mancanegara alias dunia.. 🙂

    Liked by 1 person

  2. Masya Allah pantai, pulau sampai kulinernya betul-betul mengagumkan. Kecantikan Indonesia timur ini memang tak ada tandingannya. Bangunan-bangunan kunonya pun masih terawat baik. Semoga aku pun berkesempatan menyusuri Indonesia timur

    Liked by 1 person

Leave a reply to tutyprihartiny06 Cancel reply